Senin, 31 Oktober 2016

Tanjung berikat tak memikat


Tanjung berikat. Jika kita lihat pada peta atau google maps letaknya di "ekor" pulau bangka. Berdasarkan mitos yang sampai ke telinga saya, Tanjung Berikat ini terkenal dengan pantai berpasir putih lembut kayak kulit bayi, kaya akan hasil lautnya dan bisa melihat sunset atau sunrise di lokasi yang sama. Jadi, banyaknya mitos yang masuk ke dalam kepala saya ini membuat saya memutuskan untuk mencari informasi mengenai Tanjung Berikat. Mulai dari jarak tempuh, jalan yang harus dilalui sampai siapa teman yang harus saya ajak. Biar ada temen ngobrolnya dijalan. Ehehe.
Dua hari sebelum keberangkatan ke Tanjung Berikat saya mencoba mengajak beberapa temen secara langsung dan alhamdulillahnya yg bisa cuma satu orang saja. Tapi, dia mengajak sepupu serta om dan tantenya. Karena masih merasa harus lebih rame lagi biar kayak touring-touring moge gitu kan asyik liatnya bisa, sampe dikawal sama pak polisi, hehe.

H-1 saya coba buat ajakan di sosmed, dengan asumsi ada yang mau ikut biar bisa ketemu temen baru bisa nambah relasi baru. Ternyata, sampai hari H tidak ada satu pun yang ikut. Tapi, yang like lumayan banyak, haha. Ternyata saya belum menarik buat membuat orang lain tertarik sama ajakan saya, yaiyalah saya buat ajakan jalan-jalannya pada saat weekdays, hehe.

Pagi saat keberangkatan ternyata air hujan mulai jatuh perlahan ke bumi sehingga membuat perjalanan kami sempat tertunda. Awalnya kami mau berangkat pukul 7 pagi biar bisa puas main disana karena jarak yang ditempuh kurang lebih tiga jam. Karena tekad yang besar untuk pergi kesana kami pun tetap menunggu sampai hujan berhenti. akhirnya kami baru memulai perjalanan kami pukul 9 pagi dengan semangat masih membara.

Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman dan google, Tanjung Berikat ini masih masuk Bangka Tengah. Berangkat kita ke Tanjung Berikat dari Pangkalpinang, cuaca perlahan mulai cerah sehingga kami bisa memacu motor dengan ngebut agar bisa mengejar waktu yang telah tertunda karena hujan sebelumnya.

Pemandangan selama perjalanan sangatlah menyenangkan karena mata kita akan ditemanin biru air laut dan putihnya pasir pantai mulai dari desa Kurau sampai desa Terentang. Jalan menuju kesana pun sangat mudah karena penunjuk arah yang jelas.

awan begitu tebal sehingga matahirnya ketutup
Satu jam pertama perjalanan kami sangat lancar dan kami pun memutuskan untuk berhenti istirahat sebentar di Koba sekalian isi amunisi dan bertanya kepada warga sekitar arah jalan menuju ke Tanjung Berikat. Setelah cukup istirahat kami lanjutkan perjalanan menuju ke sana dengan bermodal informasi yang udah di dapat dari warga saat istirahat tadi.
Baru sekitar berapa kilometer kami berjalan tiba-tiba langit mulai merubah moodnya, dari putih cerah jadi agak keabu-abuan. Akhirnya perjalanan kami pun terhenti di kampung Lubuk, karena hujan yang begitu lebat. Setelah satu jam lebih, hujan akhirnya berhenti dan kami pun melanjutkan perjalnan lagi tapi, om dan tante dari teman saya memilih tidak melanjutkan dan beristirahat di rumah saudaranya yang ada di desa Lubuk.

Jalan dari desa Lubuk mulai mengecil mungkin untuk dua mobil yang berpapasan salah satu mobil harus mengalah banyak ke bahu jalan. Masalah mulai timbul ketika penjunjuk jalan ke Tanjung Berikat ini tidak jelas di desa Perlang dan kompakan juga dengan google maps yang memberikan direksi yang sebetulnya jalannya tidak ada. Jadi, balik ke semula harus bertanya kepada warga sekitar desa Perlang.

Untungnya warga perlang ini memberikan petunjuk yang tegas. "Kalau belum ketemu desa Beriga jangan berenti untuk tanya lagi kemana jalan Tanjung Berikat" namun saya masih merasa bingung dan bertanya lagi. “Tapi, ini jalannya banyak cabangnya, saya harus pilih yang mana?”

"Ikutin aja jalan lurus aja sampai ketemu desa Beriga yah." Tegas salah satu warga.

Selama perjalanan sampai ke desa Beriga, banyaknya pemandangan yang tidak mengenakan di kiri maupun di kanan jalan. Banyaknya aktivitas tambang timah yang mungkin ilegal merusak hutan dan dataran pulau bangka. Padahal imbas dari pembukaan lahan tambang timah ini berakibat hutan gundul, limbahnya membuat sungai menjadi keruh dan pendangkalan. Selain itu banyaknya muncul danau-danau ajaib yang sebetulnya adalah aib tapi, dibangga-banggakan menjadi "danau". Malah ada "danau" bekas galian timah ini dijadikan tempat wisata padahal itu sangat tidak layak dijadikan tempat wisata.

Sampailah kami di desa Beriga dengan selamat karena selama perjalanan untuk sampai ke desa Beriga ini banyak jalan dan jembatan yang sedang di renovasi jadi tidak bisa jalan cepat kayak pembalap, hehe. Di desa Beriga ini kami berhenti bertanya sesuai arahan warga di desa Perlang tadi.

Dari desa Beriga ke Tanjung Berikat membutuhkan waktu 15 menit itu pun karena lagi ada perbaikan jalan, coba kalau jalannya mulus? Ya mana aku tau, haha. Akan tetapi, pemandangan yang kita dapatkan sepanjang perjalanan sangat berbeda dengan desa-desa sebelumnya. Di sebelah kanan kita akan menyaksikan pantai dan disi sebelah kiri kita menyaksikan hutan yang rindang dan rimbun. Jadi, kita bisa enjoy di jalan walaupun jalannya hancur karena sedang ada perbaikan jalan.

Sisi selatan Pantai Tanjung Berikat
Akhirnya, sampai juga saya di Tanjung Berikat setelah melewati jalan yang sedang banyak perbaikan. kesan awal melihat tanjung berikat ketika sampai begitu sangat antusias, saya pun segera ingin langsung berenang ke laut. Setelah saya perhatikan kiri dan kanan kok rasa-rasanya ada yang aneh dengan Tanjung Berikat ini. Salah satu keanehannya sepanjang pantai hanya ada dua gazebo untuk pantai yang begitu luas itu pun kondisi gazebonya sangat-sangat tidak terawat.

Dari kejauhan kami melihat ada semacam mercusuar di ujung dari tanjung berikat, sehingga kami putuskan untuk menyusuri jalan pantai ini. Selama penyurusan jalan ternyata ada hal yang lebih menarik lagi yang kami temui. Ya, pantai yang bagus, berpasir putih lembut, batu-batu besar yang dengan gagahnya berdiri serta jalan yang jelek harus dinodai oleh tumpukan sampah-sampah. Entah itu sampah dari kenangan mantan, sampah pengunjung pantai atau sampah yang hanyut terbawa oleh air laut.

Penyusuran kami untuk mencapai semacam mercusuar pun terhenti karena jalan yang tidak memungkinan untuk dilalui, tapi selama penyusuran kami mendapatkan sisi lain dari dari tanjung berikat yang berbeda. Di sisi  utara pantai ada pantai lagi yang benar-benar bersih seakan-akan tidak pernah terjamah. Batu batuan yang tersusun indah , angin yang sepoi-sepoi serta pemandangan yang pas sekali untuk duduk di pasir yang putih lembut atau di batu untuk menyaksikan turunnya matahari di Tanjung Berikat.
sisi utara pantai Tanjung Berikat

 Sangat disayangkan sekali Tanjung Berikat yang memiliki potensi wisata tetapi tidak didukung oleh fasilitas-fasilitas seperti air bersih, gazebo, tempat sampah, pedagang yang berjualan. dan juga dihimbau untuk para pengunjung Tanjung Berikat untuk selalu menjaga kebersihan agar pantainya tetap bersih dan nyaman untuk dikunjungi.




Share:

Selasa, 25 Oktober 2016

Sengaja ke Pantai Penganak

Tanggal 19 oktober 2016, menjadi pengalaman pertama saya untuk berkunjung ke pantai Penganak. Padahal saya sendiri adalah penduduk asli Bangka, hehe. Pantai penganak ini lokasinya ada di Bangka Barat, di atas pulau atau di kepalanya pulau Bangka. Ahh, kok ribet yah nulisnya? Yang penting begitulah intinya yah, semoga kalian paham kalau sudah liat di maps. 

Saya memulai perjalanan dari Pangkalpinang. Kalau dilihat dari kalkulasi google maps, dari Pangkalpinang menuju ke pantai penganak ini kurang lebih berjarak 116 km dengan waktu tempuh 2jam 18 menit. Ingat ya, itu cuma asumsinya si mbah gugel loh! Soalnya tergantung pada kecepatan kalian masing-masing. Kalo saya mah, selo-selo aja yang penting sampe.

Jalan untuk menuju kesana sebetulnya jelas banget, tapi ketika masuk tiga kampung sebelum masuk area pantai membuat saya harus rajin bertanya kepada warga. Karena penunjuk jalannya tidak ada dan sinyal untuk maps pun seakan ditelan rimbunnya hutan lindung. Tapi tenang, warganya ramah-ramah kok . Mereka dengan senang hati memberikan petunjuk jalan kepada saya. Jadi jangan malu bertanya, nanti sesat di hutan loh! Bukan sesat dijalan, hehe.

oke! Akhirnya saya sampai di pantai Penganak, Air Gantang, Jebus - Bangka Barat. Huft, untuk menyebut lokasi ini aja harus lengkap banget yah, haha. Kesan pertama sampai di pantai Penganak ini adalah......? Loh-loh mana ini jalan buat turun kepasirnya? Ini kok banyak bus-bus dan mobil pickup gitu yang parkir di pinggir pantai tapi orangnya sepi sepi aja.


Usut punya usut ternyata pantai Penganak ini adalah tempat untuk menyebrangnya para pegawai pt timah yang bekerja di tengah laut sana. Tapi selain itu, juga untuk berlabuhnya kapal-kapal nelayan serta kapal-kapal besar untuk memperbaiki kapal mereka jika ada kerusakan mesin dikapalnya.

Kita tinggalkan gambaran yang ada di pantai selain yang saya sebutkan tadi. Pantai penganak ini memiliki potensi yang baik buat kalian untuk bertamasya kesini. Karena pasir pantai yang putih dan lembut serta pemandangan yang bagus, melihat air laut berwarna hijau. Kalian bisa menikmatinya dari dermaga, tempat bersendernya kapal. Bukan bersendernya kepala-kepala yang penuh kegalauan yah! Hahaha.

Ketika kalian berminat pergi kesana, maka kalian harus memiliki waktu yang longgar. Rugi bila hanya sehari lalu pulang atau sebentar saja disana, karena akan terasa capek. Selain perjalanan yang melelahkan disini adalah spot terbaiknya untuk melihat sunset yang sangat indah. Kalau pun kalian mau menginap disini banyak sekali spot yang kalian gunakan untuk mendirikan tenda camping.

Tapi, kalau kalian tidak mau ribet bawa peralatan camping, kalian bisa menginap di penginapan yang ada di Parit Tiga yang berjarak  lebih kurang 20 menit dari pantai. Itu khusus kalian yang mau eksplore lebih banyak di pantai. Pantai Penganak sebetulnya memiliki pontesi wisata yang sangat besar, tinggal bagaimana warga maupun pemerintah mengembangkannya saja.

Share: